Lifestyle

Tren Doom Spending: Fenomena Berbelanja untuk Mengatasi Stres

by Penulis - Kamis, 02 Januari 2025 20:36
IMG

Belakangan ini, istilah "Doom Spending" semakin dikenal di kalangan masyarakat, khususnya di media sosial. Fenomena ini mengacu pada kebiasaan seseorang yang berbelanja dengan tujuan untuk menenangkan diri akibat stres terkait kondisi ekonomi atau ketidakpastian masa depan. Tren ini sangat populer di kalangan Generasi Z dan Milenial, dan mulai mendapat perhatian karena dampaknya yang bisa merugikan keuangan pribadi dalam jangka panjang.

Apa Itu Doom Spending?

Doom Spending merujuk pada kebiasaan berbelanja impulsif yang dilakukan seseorang untuk mengatasi rasa stres dan ketidakpastian yang dirasakan. Biasanya, mereka merasa cemas tentang kondisi ekonomi global yang tidak stabil, krisis iklim, atau ketegangan politik. Dalam situasi seperti ini, seseorang mungkin merasa bahwa berbelanja adalah cara untuk meredakan perasaan tersebut, meskipun dampaknya bisa berbahaya bagi kondisi finansial mereka.

Fenomena ini berbeda dengan "Retail Therapy" yang biasanya dilakukan seseorang untuk menghibur diri setelah mengalami masalah pribadi seperti percintaan atau pekerjaan. Doom Spending lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti krisis ekonomi global atau ketidakstabilan politik yang terus-menerus diberitakan melalui berbagai media.

Faktor Penyebab Doom Spending

Beberapa faktor eksternal yang memicu Doom Spending antara lain adalah:

  • Ketidakstabilan Ekonomi Global: Berita tentang resesi ekonomi atau krisis finansial sering kali membuat orang merasa pesimis terhadap masa depan mereka, sehingga mereka mencoba mengatasi kecemasan tersebut dengan membeli barang atau pengalaman mewah.
  • Tekanan Sosial dan Kesenjangan Ekonomi: Ketimpangan kekayaan antara kelas atas dan masyarakat umum juga memperburuk rasa tidak puas yang mendorong seseorang untuk berbelanja lebih banyak sebagai cara untuk merasa lebih baik.
  • Pengaruh Media Sosial: Media sosial sering menampilkan gaya hidup mewah dan konsumtif yang mempengaruhi individu untuk mengikuti tren tersebut, meski dalam situasi finansial yang tidak mendukung.

Sementara itu, kemudahan akses ke layanan seperti "Buy Now, Pay Later" turut memperburuk fenomena ini, karena memungkinkan konsumen untuk membeli barang-barang mahal tanpa membayar langsung, yang dapat mengarah pada utang jangka panjang.

Dampak Negatif Doom Spending

Meskipun mungkin terasa menyenangkan sementara, Doom Spending bisa memiliki dampak jangka panjang yang merugikan. Berikut adalah beberapa dampaknya:

  • Penyusutan Tabungan: Ketika seseorang lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang tidak terlalu penting, mereka akan kehilangan kesempatan untuk menabung atau berinvestasi, yang bisa menghambat pencapaian tujuan finansial mereka di masa depan.
  • Risiko Utang: Kebiasaan berbelanja impulsif, terutama dengan menggunakan fasilitas pembayaran seperti pinjaman online, bisa menyebabkan tumpukan utang yang sulit dilunasi. Hal ini semakin berisiko bagi generasi muda yang belum memiliki pengelolaan keuangan yang baik.
  • Stres Finansial yang Lebih Besar: Meskipun membeli barang-barang mewah bisa memberikan kepuasan sementara, ketidakmampuan untuk membayar utang atau memenuhi kebutuhan finansial lainnya akan menambah stres dan memperburuk kondisi keuangan.

Bagaimana Menghindari Doom Spending?

Untuk menghindari fenomena Doom Spending, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, antara lain:

  • Menetapkan Anggaran Belanja: Penting untuk memiliki anggaran belanja yang jelas dan mematuhinya agar tidak tergoda untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.
  • Menjaga Kesehatan Mental: Berlatih mindfulness atau meditasi bisa membantu mengurangi stres tanpa harus berbelanja. Mengelola emosi secara sehat akan mencegah terjadinya pengeluaran yang tidak bijak.
  • Fokus pada Kebutuhan, Bukan Keinginan: Sebelum membeli sesuatu, pertanyakan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar keinginan untuk mengatasi kecemasan.

Kesimpulan

Doom Spending merupakan fenomena yang semakin banyak terjadi, terutama di kalangan generasi muda yang merasa tertekan oleh ketidakpastian ekonomi dan sosial. Meskipun mungkin memberi rasa lega sementara, kebiasaan ini dapat merugikan kondisi finansial jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk lebih bijak dalam mengelola pengeluaran, menjaga kesehatan mental, dan fokus pada tujuan keuangan yang lebih besar untuk memastikan masa depan yang lebih stabil.